Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan (difabel) seperti yang tertuang pada UUD 1945 pasal 31 (1). Namun sayangnya sistem pendidikan di Indonesia belum mengakomodasi keberagaman, sehingga menyebabkan munculnya segmentasi lembaga pendidikan yang berdasar pada perbedaan agama, etnis, dan bahkan perbedaan kemampuan baik fisik maupun mental yang dimiliki oleh siswa. Jelas segmentasi lembaga pendidikan ini telah menghambat para siswa untuk dapat belajar menghormati realitas keberagaman dalam masyarakat.
Selama ini anak – anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel) disediakan fasilitas pendidikan khusus disesuaikan dengan derajat dan jenis difabelnya yang disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Secara tidak disadari sistem pendidikan SLB telah membangun tembok eksklusifisme bagi anak – anak yang berkebutuhan khusus. Tembok eksklusifisme tersebut selama ini tidak disadari telah menghambat proses saling mengenal antara anak – anak difabel dengan anak – anak non-difabel. Akibatnya dalam interaksi sosial di masyarakat kelompok difabel menjadi komunitas yang teralienasi dari dinamika sosial di masyarakat. Masyarakat menjadi tidak akrab dengan kehidupan kelompok difabel. Sementara kelompok difabel sendiri merasa keberadaannya bukan menjadi bagian yang integral dari kehidupan masyarakat di sekitarnya.
Seiring dengan berkembangnya tuntutan kelompok difabel dalam menyuarakan hak – haknya, maka kemudian muncul konsep pendidikan inklusi. Salah satu kesepakatan Internasional yang mendorong terwujudnya sistem pendidikan inklusi adalah Convention on the Rights of Person with Disabilities and Optional Protocol yang disahkan pada Maret 2007. Pada pasal 24 dalam Konvensi ini disebutkan bahwa setiap negara berkewajiban untuk menyelenggarakan sistem pendidikan inklusi di setiap tingkatan pendidikan. Adapun salah satu tujuannya adalah untuk mendorong terwujudnya partisipasi penuh difabel dalam kehidupan masyarakat. Namun dalam prakteknya sistem pendidikan inklusi di Indonesia masih menyisakan persoalan tarik ulur antara pihak pemerintah dan praktisi pendidikan, dalam hal ini para guru.
Pendidikan inklusi adalah termasuk hal yang baru di Indonesia umumnya. Ada beberapa pengertian mengenai pendidikan inklusi, diantaranya adalah pendidikan inklusi merupakan sebuah pendekatan yang berusaha mentransformasi sistem pendidikan dengan meniadakan hambatan-hambatan yang dapat menghalangi setiap siswa untuk berpartisipasi penuh dalam pendidikan. Hambatan yang ada bisa terkait dengan masalah etnik, gender, status sosial, kemiskinan dan lain-lain. Dengan kata lain pendidikan inklusi adalah pelayanan pendidikan anak berkebutuhan khusus yang dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
Salah satu kelompok yang paling tereksklusi dalam memperoleh pendidikan adalah siswa penyandang cacat. Tapi ini bukanlah kelompok yang homogen. Sekolah dan layanan pendidikan lainnya harus fleksibel dan akomodatif untuk memenuhi keberagaman kebutuhan siswa. Mereka juga diharapkan dapat mencari anak-anak yang belum mendapatkan pendidikan.
A. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
Pengelompokan anak berkebutuhan khusus dan jenis pelayanannya, sesuai dengan Program Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Tahun 2006 dan Pembinaan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Pendidikan adalah sebagai berikut :
1. Tuna Netra
2. Tuna Rungu
3. Tuna Grahita: (a.l. Down Syndrome)
4. Tuna Grahita Ringan (IQ = 50-70)
5. Tuna Grahita Sedang (IQ = 25-50)
6. Tuna Grahita Berat (IQ 125 ) J. Talented : Potensi bakat istimewa (Multiple Intelligences : Language, Logico mathematic, Visuo-spatial, Bodily-kinesthetic, Musical, Interpersonal, Intrapersonal, Natural, Spiritual).
13. Kesulitan Belajar (a.l. Hyperaktif, ADD/ADHD, Dyslexia/Baca, Dysgraphia/Tulis, Dyscalculia/Hitung, Dysphasia/Bicara, Dyspraxia/ Motorik)
14. Lambat Belajar ( IQ = 70 –90 )
15. Autis
16. Korban Penyalahgunaan Narkoba
17. Indigo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar